Gandaria Sore

Hari ini (kemarin tepatnya) di Gandaria, ku nikmati hingar Jakarta.
Ternyata, Jakarta memang seriuh itu untuk hidup. Dari sekedar mengamati pasangan muda, hingga mendengar gelak tawa.
Sekecil itu aku, untuk kota lahirku. Dan berada disana sore ini, membuatku tersadar bahwa perjalanan ini sudah sekian jauh dari titik mulanya.

Aku lahir di Jakarta. Dulu, Matraman-Manggarai-Salemba-Jatinegara-Tebet-Gandaria-Pondok Indah adalah kawasan yang paling ku kenali.
Bermain sepeda, saat terik saat hujan tiada gentar tiada takut.
Dari Bojana Tirta hingga Waterboom Pondok Indah, sudah biasa berseling.
Mencari buku di Pasar Senin, membeli mainan dari Prumpung, hingga berbelanja di ITC Cempaka Putih.
Dulu, hingga aku harus meninggalkan kota itu.

Hidup ini berpindah, bukan kemauan, hanya takdir kehidupan. Mengenal sebuah kota yang baru, belajar dari awal. Bekasi.
Bukan sebuah lelucon ternyata, remajaku tumbuh di Bekasi. Belajar dari ketimpangan di sana, aku merasa beruntung. Dari sekian banyak kurang yang aku keluhkan, masih lebih banyak syukur yang perlu kupanjatkan.
Dari mulai makananku, pengalamanku, bahkan kasih sayang yang menghangatkanku adalah barang mahal bagi sebagian mereka yang kutemui di Bekasi. Di sana, aku mulai mengenal cinta. Bukan sekedar, tapi pernah menjadi haluan. Lucu rasanya, namun itu nyatanya.

Berbekal pengalaman dan doa, hidupku harus kulanjutkan di sebuah desa. Jauh dari tempat bernaung, jauh dari Ibu. Belum sejauh Roma, apalagi Kanada. Masa belajarku, ku habiskan di sebuah desa bernama Jatinangor. Disana, aku belajar dewasa. Menata hidup menata tujuan, mempersiapkan diri mengarungi lautan. Jika ditanya berapa lama aku butuhkan untuk bisa terbiasa dengan perpisahan, aku tidak akan bisa menjawab. Rasanya, setiapkali harus tinggalkan Ibu dan Ayah di rumah, raga ini menjadi kecil. Kantung mata menjadi berat. Menahan untuk kuat.
Di desa ini, aku menemukan diri ini mampu untuk mengurus sendiri segala. Dengan bangga, menyelesaikan perkara yang dititipkan desa tersebut kepadaku.

Kembali ke Gandaria, aku tersadar.
Betapa hebatnya Tuhan, bisa membuatku kembali ke kota lahirku. Yang saat ini berstatus sebagai kota hidupku. Disini, aku akan memulai lagi segala. Di kota ini, di mulai dari sini. Entah kemana aku akan pergi esok, atau lusa. Yang kutau ku sedang menjalani hari yang ada karena cerita dibaliknya.

Sore ini, sambil meneguk kopiku,
menyapa hangat Jakarta,
via Gandaria.


Comments

Popular Posts